The Sight ft Jiyongiehye


oke gw ngaku bersalah, harusnya gw ngerjain review critical theory, bukan nulis oneshot semaleman sehabis baca tumblrnya Nadia abis mau gimana lagi? Inspirasi datang disaat tak tepat, hiyeeeee... Anyway, enjoy! Meskipun agak klise dan menyemenye, i just can't help it. Once the scenes flashed on my brain I just had to type it down. (off topic: Judulnya agak ga nyambung sih, ga ada ide buat judul soalnya, LOL) Anyway, jangan lupa mampir ke tumblr nya Nadia yah, she's my inspiration on this, cheers up Girl!! ^^

======================================

Today, i saw something i shouldn’t see.

Someone needs my protection even that person doesn’t know anything.

That person is under a bad situation.

I have to protect that person, even my feeling is not as big as to ***

That person is unreachable. but now, it doesn't matter because i already saw everything.

It’s my job to protect u from now on.

I’ll watch over u.

(Although) I’m scared.

I hope i’ll do fine.

“Ji..” Jiyong mengguncang pundak Jihye yang sekarang amat pucat, badannya gemetar hebat, bibirnya hampir membiru seakan darah tersedot dari sistem ditubuhnya, “Ji..yo Ji!!” Joyong terus saja mengguncang badan mungil adiknya itu, namun Jihye sepertinya tak merasakan guncangan keras Jiyong, Jiyong yang mulai panic meraba pipi Jihye, barangkali adiknya itu demam.

“Fuck!” katanya benar-benar panic mendapati sekujur tubuh Jihye dingin, “Jihye!! Wake up girl! Jihye!!” Perlahan Jihye terduduk saking lemasnya, Jiyongpun ikut jongkok disampingnya, mata Jihye masih terbuka lebar, menatap kesatu sudut lift yang mereka tumpangi untuk mencapai apartment mereka dilantai 5, Jiyong menoleh kesudut itu, namun ia tak melihat apapun. Jihye yang masih terduduk lemas lalu menggenggam tangan oppanya.

“We gotta help him, oppa..” ujarnya lemah sebelum akhirnya pingsan.

~~~

“Thanks god, you’re okay, you scare the f*ck out of me,sist!” suara Jiyong nyaring mampir ketelinga Jihye begitu ia membuka matanya, Jihye memandang kakak satu-satunya itu sambil menautkan alisnya heran.

“Kau tadi pingsan, kau lupa?? Aku harus menggendongmu dari lift hingga kekamarmu ini!” katanya galak, tapi Jihye tahu itu memang cara Jyong untuk menunjukkan perhatiannya, Jihye tersenyum, lalu teringat apa yang ia lihat didalam lift tadi, seketika senyumnya memudar.

“Seungri!! Mana dia??” Jihye buru-buru duduk, lalu berdiri meninggalkan ranjangnya dan berjalan menuju ruang tamunya, meninggalkan Jiyong yang heran dengan tingkah lakunya, Jiyong menyusul Jihye keruang tamu, dan ia melihat adiknya sedang memencet beberapa tombol di telpon mereka dengan panic.

“Seungri angkat teleponnya!!” katanya tertahan, jelas terdengar nada cemas bercampur ketakutan dalam suara adiknya itu.

“Ji..” panggil Jiyong pelan.

“Damn it!!!” Jihye membanting gagang teleponnya setelah berkali-kali memencet nomor Seungri dan tak mendapat jawaban, Jihye menggigit bibirnya dan seketika mendapat ide, ia kembali mengambil gagang telepon itu dan memencet beberapa nomer yang berbeda, sementara Jiyong hanya melihatnya heran, ia lalu menghampiri Jihye yang masih sibuk dengan telponnya.

“Oppa!!!” Jihye berteriak pada gagang telpon setengah lega akhirnya ada juga orang yang mengangkat telponnya.

“Jeez, Ji! Kau bicara pakai telpon, bukan pakai toa, tak perlu teriak kenapa?” Daesung memarahinya setelah menempelkan kembali telinganya ke handphonenya.

“Mian, oppa!! Seungri.. Seungri dimana??” tanya Jihye kembali panic, Jiyong makin tak mengerti dengan kelakuan adiknya itu, sekali lagi Jiyong mencoba menarik perhatian Jihye, ia perlu tahu apa yang sebenarnya terjadi.

“Ji..” panggilnya sambil menaruh tangannya dipundak Jihye.

“What!!!?? Keep him there oppa!! Paling tidak sampai aku kesana.. mengerti!” katanya lalu menutup telepon, Jihye terlalu sibuk dengan pikirannya hingga tak sadar bahwa kakaknya yang kebingungan dengan sikapnya sudah beberapa kali mencoba memanggilnya, ia merasakan tangan Jiyong di pundaknya. Jihye berbalik, menghadap Jiyong, lalu pada jam dinding dibelakang Jiyong.

“Fuck!!” umpatnya tertahan, lalu lari menuju kamarnya, mengambil dompet dan memasukkan handphone kedalam sakunya lalu segera keluar dari kamar dan menuju pintu depan, mencari sepatunya, memakainya dengan buru-buru lalu kembali berlari kecil setelah membuka pintu apartment.

Jiyong yang masih kebingungan hanya memperhatikan kelakuan adiknya itu, ia tak tau apa yang sedang terjadi, namun instingnya mengatakan ia harus mengikuti Jihye, dengan segera ia mengambil kunci mobil dikamarnya dan berlari menyusul Jihye yang sudah setengah jalan menuju lift.

“Jihye!!” panggilnya, namun Jihye tak bergeming, ia terus berlalu kecil sambil berkali-kali memandang jam tangannya.

“Jihye!” Jiyong memanggilnya sekali lagi, akhirnya Jihye beerhenti tepat didepan lift, dan memencet tombol 1. “Sebenarnya apa yang terjadi, Ji??” tanyanya cemas setelah akhirnya mendapat perhatian Jihye yang menanti lift datang. Jihye memandang cemas kearah bulatan-bulatan angka diatas lift, lalu kearah Jiyong yang berdiri disampingnya. “Ji!” Jiyong memanggilnya lagi dan mengguncang bahunya.

Jihye sekali lagi memandang jam ditangannya,“Waktunya tidak cukup oppa!!” katanya dengan suara bergetar, matanya mulai berkaca-kaca, ia menundukkan kepalanya.

“Ada apa Jihye, sebenarnya ada apa!!??” Jiyong yang sudah dari tadi cemas tak bisa menahan emosinya melihat adiknya seperti itu.

“Tangga!!!” seketika kepala Jihye mendongak menatap Jiyong, lalu berbalik dan berlari menuju tangga darurat apartment mereka dan mulai menuruninya, Jiyong menyusulnya.

“Seungri. Oppa, kita harus menyelamatkannya..” Jihye berkata disela-sela nafasnya yang mulai memendek karena berlari cepat menuruni tangga.

“Whaa?”

“Waktunya tak cukup oppa, kita harus cepat” Mereka akhirnya mencapai lantai pertama, Jihye lalu berbelok dan membuka pintu yang mengubungkan tangga darurat dan lobby utama YG apartment, namun Jiyong menahan Jihye dan menarik sikunya, Jihye menoleh dan siap-siap memohon Jiyong agar tak menahannya.

“Aku memang tak mengerti dengan apa yang terjadi, tapi jika Seungri benar-benar dalam bahaya, aku bersedia membantu, kita naik mobil saja..” katanya cepat lalu menarik Jihye untuk menuruni satu lantai lagi, menuju lantai basement tempat dimana Jiyong memarkirnya mobilnya.

“Kemana kita??” Tanya Jiyong sesampainya mereka ke mobil Jiyong sambil membuka pintu mobilnya.

“Pantai Haeundae” ujar Jihye cepat sambil mengalungkan seat beltnya. Jiyong segera tancap gas tanpa banyak tanya lagi.

Mobil Jiyong berdecit kencang sesampainya mereka dilahan parkir pantai Haeundae, Jihye langsung melompat turun dan berlari tak tentu arah disekitar lahan parkir, mencoba mencari keberadaan mobil Daesung. Jiyong ikut turun dan mulai mencari kearah berlawanan, otaknya maih berusaha mencerna cerita yang tadi adiknya utarakan di mobil. Jiyong masih mencari-cari ketika ia mendengar teriakan Jihye dari kejauhan memanggil namanya, Jiyong langsung memutar badannya dan berlari menuju suara Jihye.

“Dimana dia Daesung oppa??” Jiyong mendengar Jihye bertanya pada Daesung yang dengan santai bersandar pada mobilnya.

“Oh, dia.. biasa.. inikan hari kematian Sanghye, dia ke bukit untuk menabur bunga.” Kata Daesung ringan.

“Apa!!!!” Jihye menjerit tak percaya, sekali lagi ia memandang kearah jam tangannya, lalu menatap Daesung lagi dengan pandangan yang tak bisa Jiyong atau Daesung jelaskan, “Aku bilang tahan dia sampai aku kemari!!” tangis Jihye pecah, membuat Daesung bingung, sementara Jiyong tak tahu harus berbuat apa. Belum sempat Daesung bertanya tentang apa yang terjadi, Jihye sudah berlari menuju bukit kecil tempat ia (harap) dapat menemukan Seungri dalam keadaan utuh. “Please let me be there on time..” doanya.

Jihye terus berlari hingga paru-parunya terasa sakit karena kehilangan oksigen, ia harus menemui Seungri, waktunya sudah tidak cukup. “Seungri, please..” Jihye berhenti sejenak untuk bernafas, lalu kembali menuju puncak bukit.

“No, Seungri no!!!!!!!” teriaknya terduduk lemas, ia terlambat, ia tak bisa menyelamatkan sahabatnya, Jihye menyapukan pandangannya kesegala penjuru bukit masih berusaha berpikir positif, namun ia tak melihat apa yang ia cari, kecuali kelopak-kelopak bunga forget-me-not ungu muda kesukaan Sanghye bertebaran disana. Hatinya tercabik, ia benar-benar merasa tak berguna, Seungri sahabatnya, ia tak bisa menyelamatkan nyawanya. Jihye mengis tersedu sambil memanggil-manggil nama Seungri, “Seungri yah.. wae?? Wae??!!” ia bejalan menuju keranjang bunga yang tergeletak diujung jurang yang menghubungkan bukit dengan lautan lepas, mengambilnya dan memeluk keranjang itu, “Mianhae Seungri yah.. mianhae Sanghye ah.. aku tak bisa menjaga kalian berdua.. maafkan aku..” Jihye terus menagis tersedu, semangat hidupnya seperti menghilang, otaknya memutar adegan-adegan indah masa kecilnya bersama Sanghye dan Seungri.

Saat Sanghye tersenyum lebar di ualngtahun ke 15 nya, saat Seungri merayakan natal bersamanya dan Sanghye, saat Seungri cemberut karena dikerjai Jiyong dan Daesung dan Jihye menertawakannya bersama Sanghye, saat Valentine tiba dan akhirnya Seungri meminta Sanghye menjadi pacarnya setelah Jihye beri motivasi selama hampis seminggu, saat akhirnya kedua sahabantanya pacaran, saat kali pertama Seungri dan Sanghye bertengkar dan keduanya menceritakan masalah mereka pada Jihye, saat Jihye dapat menyatukan mereka kembali, saat Sanghye dan Jinye merencanakan surprise party untuk Seungri, dan yang paling menyakitkan, saat Sanghye terbaring tanpa nyawa dengan Seungri berlutut disampingnya menangis tak percaya dan mengguncang tubuh Sanghye seolah Sanghye dapat hidup kembali.

Air mata Jihye tak tertahankan lagi saat memori-memori tersebut terlintas kembali, menyesakkan dadanya, “Seungri yah.. kenapa kau meninggalkanku seperti Sanghye.. kenapa Seungri yahh..” panggilnya tak berdaya.

Alunan biola lembut mengalun dari kantong Jihye, menandakan ada panggilan masuk, Jihye mengambil handphonenya dan melihat id penelponnya,ia segera membuka flip teleponnya ketika nama Jiyong tertera, “Oppa…. Seungri, oppa…” isaknya pada telepon genggamnya.

“Jihye ah, kau dimana?? Seungri.. aku melihat Seungri..” kata Jiyong cepat, seketika Jihye bangkit dari duduknya.

“Dimana oppa!!”

“di… @$#^K%)Z@$” Jihye tak dapat mendengar suara Jiyong dengan jelas karena gangguan sinyal.

“oppa..”

“di @#$%a* makam xy^4*#&%” itu sudah cukup bagi Jihye untuk mengetahui keberadaan Seungri, makam Sanghye yang ada diseberang bukit, Jihye mengusap kering air matanya, lalu berlari menuruni bukit dengan cepat, tak memperdulikan paru-parunya yang menjerit meminta jatah oksigen lebih yang habis ketika Jihye menaiki bukit dan menagis terisak.

Entah karena ia memang lari dengan capat atau karena jalanan yang menurun membuat Jihye jadi lebih mudah berlari, kurang dari lima menit ia sudah menapakkan kakinya di kaki bukit dan segera berlari kecil menuju makam Sanghye. Dengan buru-buru ia menyebrang jalan, tanpa memperhatikan mobil-mobil yang melintas hingga telinga Jihye pekak oleh bunyi klakson yang menyuruhnya menepi dari jalan. Sebuah mobil hampir saja meraih tubuh mungilnya, namun untungnya dengan sigap Jihye menghindar. Dengan segera ia berlari kearah pintu masuk makam dan langsung berlari kearah makam Sanghye, ia melihat ke arah jam tangannya lagi, “Masih ada 3 menit..” gumamnya sambil terus berlari.

“Jihye??” Ibu Sanghye menyapanya heran, Jihye adalah orang yang paling terpukul dengan kematian putrinya selain Seungri, karena Sanghye adalah sahabat pertama Jihye, dan mereka hampir tak bisa terpisahkan, Jihye berkali-kali pingsan saat upacara pemakaman Sanghye berlangsung dan Jihye sendiri berkata padanya bahwa ia tak akan pernah mengunjungi makam Sanghye, karena ia terlalu sakit hati, mengingat Sanghye seperti merobek hatinya.

Dengan cepat Jihye memeluk ibu Sanghye, tanpa melihat kearah makam Sanghye, “Ajumma..” tanpa sadar Jihye terisak dipelukan ibu sahabatnya itu. “Apakah Seungri tadi kesini, ajumma??” tanya Jihye setelah melepas pelukan, ibu Sanghye melirik kearah satu buket bunga forget-me-not dari Seungri yang terbaring damai diatas makam Sanghye, “iya, ia baru saja pergi..” jawabnya singkat, Jihye mengangguk lalu memutar tubuhnya dan kembali mengejar Seungri, namun sebelumnya, Jihye melongok makam Sanghye, “Bantu aku Sang..” gumamnya.

Berlari diantara makam bukanlah hal yang mudah, berkali-laki mata kaki Jihye terantuk batu makam, dan mengeluarkan darah, namun Jihye tak peduli, yang ada di otaknya sekarang hanyalah Seungri, jantungnya berdegup lebih kencang,namun ia merasa lega ketika melihat punggung Seungri dari kejauhan, “Seungri!! Seungri yah!!!!” Jihye memanggil Seungri dengan sepenuh tenaga, namun Seungri tak bergeming, ia terus berjalan, sepertinya jiwa Seungri tak bersala badannya, sejak pagi tadi pikirannya menerawang, sebagian besar ke Sanghye, kekasihnya yang meninggal dua tahun lalu, tepat sehari sebelum ulang tahunnya, tepat sehari setelah ia membelikan cincin untuk melamarnya. Tatapannya kosong dan terus berjalan, tanpa mendengar teriakan Jihye yang tak lelah mengejarnya 710 meter dibelakangnya.

“Seungri yah!!” panggilnya Jihye lagi sambil terus berlari kecil, ingin rasanya Jihye berlari dengan lebih cepat, namun luka di mata kakinya melarangnya, “Seung…” Jihye tercekat, ia melihat sebuah mobil melaju kencang dalam keadaan tak stabil, kemungkinan besar supirnya mabuk, atau mengantuk, dan Seungri tepat berada di jalur mobil itu dan tidak ada tanda-tanda akan menepi tepat waktu, sebelum mobil itu menabraknya.

Jihye tak tau mendapat kekuatan dari mana, namun dengan sekuat tenaga ia berlari menyusul Seungri dan melempar badannya mendorong Seungri yang tak tahu menahu akan bahaya yang ada didepannya, mobil berdecit kencang karena mengerem mendadak, Seungri terjatuh tertelungkup dipinggir jalan, sementara badan Jihye terlempar kira-kira semester diudara sebelum akhirnya terhempas ke aspal.

Jihye dapat mendengar Jiyong dan Daesung meneriakkan namanya dalam ketakutan, lalu merasakan Jiyong menghampiri dan menyentuh tubuhnya, berusaha membuatnya tetap sadar sementara Daesung membantu Seungri yang juga terluka, sikut kanannya berdarah. Jihye merasakan darah merembes dari kepala belakangnya dan segala sesuatu berubah menjadi samar dan akhirnya gelap sebelum ia merasa tubuhnya menjadi lebih ringan dan terbang bersama angin yang berhembus.

===

“Terima kasih Jihye..” Ujar Sanghye dengan senyumannya yang amat manis, Jihye menoleh dan mendapati Sanghye didepannya menggunakan pakaian yang serba putih, hampir dalam hitungan detik, Jihye melayangkan pelukan ke arah Sanghye dan menangis sejadi-jadinya, tak dapat dipungkiri lagi, ia sangat merindukan sahabatnya itu, Sanghye tertawa kecil dan membalas pelukan sahabatnya itu.

“Aku merindukanmu Sang.. mengapa kau meniggalkanku?? Aku sangat merindukanmu.. aku merindukanmu..” Jihye terisak dipundak Sanghye.

“Maafkan aku Ji, tapi aku harus pergi ketempat yang lebih indah untukku… aku juga merindukanmu Ji, kenaa kau tak pernah mengunjungiku??”

“Karena aku sangat marah!!” jawab Jihye dengan cepat, Sanghye melepaskan pelukan mereka dan menatap Jihye dengan alis bertaut, “Padaku??” Jihye mengangguk, “Wae??” tanyanya lagi.

“Karena kau sangat jahat, kau meninggalkanku sendiri, dan aku juga benci pada diriku sendiri tak dapat menahan kepergianmu, aku marah padamu Sang.. kenapa Sang?? Kenapa??” isak Jihye makin menjadi.

“kau tak tau betapa aku membutuhkanmu Sang, kau sudah seperti kakak, adik, ibu, segalanya bagiku Sang..” isaknya lagi, menumpahkan segala emosinya yang tertahan selama dua tahun ini.

“Kau tak tau betapa Jiyong oppa berusaha menarikku dari lubang kesedihan, kau tak tau bagaimana Dae oppa terus membujuk Seungri agar menguatkan dirinya dan terus hidup.. kami merindukanmua Sang, kami merindukan ‘Sang omma’, kami merindukan omelanmu jika kau tak menghabiskan supku, tawamu saat mendengar joke Dae oppa yang tak begitu lucu, atau sekedar komentar sinismu terhadap pilihan pakaian Jiyong oppa.. dan Seungri merindukan cintamu Sang.. kenapa kau harus pergi…” lagi-lagi Jihye terduduk lemas tak dapat mengusai emosinya, tangisnya semakin menjadi. Sanghye menatapnya, ia tak menangis, ia tersenyum dengan sangat lembut lalu duduk disamping Jihye dan berusaha menenangkannya.

“Aku pergi ketempat yang lebih indah Ji, aku pergi ketempat dimana aku tak merasakan kesakitanku lagi.. bukankah kau sangat ingin aku sembuh?” Sanghye membelai kepala Jihye. “Aku bahagia disini Ji..” tutupnya, lalu berdiri seraya beranjak pergi.

“Kau mau kemana lagi Sang!!??” tanya Jihye buru-buru ikut berdiri, cemas akan ditinggal sahabatnya lagi, Sanghye menunjuk taman bunga berkabut dipenuhi bunga forget-me-nots berbagai warna dibalik gerbang besar beberapa meter didepan mereka.

“NO!!” teriak Jihye buru-buru, “kau harus mengajakku juga Sang, aku tak mau sendiri lagi..” rengeknya menggenggam tangan kanan Sanghye dengan kedua tangannya, Sanghye hanya tersenyum dan melepas genggaman tangan Jihye, lalu menaruh kedua tangannya kepundak Jihye.

“Kau.. belum waktunya kau ikut kemari, kau masih harus menjaga kedua oppa itu, dan Seungri untukku” kata Sanghye santai.

“Tapi.. aku..” kata-kata Jihye terpotong oleh jari telunjuk kanan Sanghye.

“No buts!” katanya lalu menyentuhkan jarinya ke dada Jihye, seketika Jihye mersakan sentakan ringan menjalar disekujur tubuhnya. Mata Jihye membelalak.

“Waw, Sang.. jarimu mengandung listrik atau bagaimana??” ucapnya setengah takjub, Sanghye hanya tersenyum lalu kembali menempelkan jarinya ditempatnya sama, kali ini dengan sedikit tekanan, dan sekali lagi tubuh Jihye terasa seperti disentak dengan hebat, Sanghye menekan jarinya lagi dan sentakan yang Jihye rasakan semakin keras, pada sentakan terakhir, Jihye dapat melihat Sanghye melambaikan tangannya sambil tersenyum dan lamat-lamat Jihye mendengar bunyi alat berkedip menggema diseluruh ruangan, menggantikan nada datar yang sebelumnya juga samar-samar ia dengar.

“She’s alive..” desah seseorang lega.

~~~

PROLOGUE

Jihye merasakan seseorang menggenggam tangannya yang dingin dan membuatnya hangat dengan remasan ringan, “Please wake up Ji, I can’t maintain losing another beloved one in my live..” lalu ia merasakan sebuah bibir menekan lembut diatas tangannya.

“Aku sudah dengar ceritamu dari Jiyong Hyung, aku tahu bagaimana wajahmu memucat ketika kau berada di lift, melihat Sanghye yang meminta tolong menjagaku, aku tahu bagaimana paniknya kau mencariku.. aku tahu Ji, aku tahu..” Seungri menempelkan tangan Jihye kepipinya, merasakan dingin yang mulai meninggalkan tangan Jihye.

“Ji.. apa yang orang bilang bahwa kau tak tau apa yang kau punya hingga kau kehilangan ternyata memang benar.. aku kehilangan Sanghye dan hampir seluruh hidupku pergi bersamanya, lalu kau terlalu laru t dalam kesedihan tanpa mengindahkan usahamu mengembalikan hidupku seperti dulu lagi walaupun hidupmu sendiri kacau akan derita yang sama, aku terlalu buta melihat sahabatku yang juga menderita kan kepergian Sanghye, aku tak sadar kehadiranmu mulai menginvasi otakku dan.. dan.. bayangan akan kehilangan satu lagi orang yang berharga dalam hidupku.. just freaked me out Ji.” Sekali lagi Seungri mengecup tangan Jihye.

“Kehilangan satu lagi orang yang secara tak sadar aku cintai, Ji..” bisiknya lemah.

“Jadi aku mohon, bangunlah.. kau sudah tiga hari tidur.. ” seakan kode bagi JIhye, perlahan matanya mulai terbuka, Seungri menahan nafasnya saat Jihye akhirnya membuka penuh matanya, dan menatap Seungri dengan tatapan kosong, Seungri berkedip, “Ji??” menunggu respon dari Jihye.

Airmata meleleh dari mata Jihye, Seungri dengan sigap menghapusnya untuk Jihye, “Lagi..” kata Jihye untuk pertamakalinya.

“Hmmm??”

“Katakan lagi..” seolah mengerti apa yang dimaksud Jihye, Seungri tertunduk malu.

“Kau mendengarnya?” tanya Seungri hati-hati.

Jihye mengangguk lemah, “Sejak hari pertama..” mata Seungri membelalak, ia memutar otaknya mencoba mengingat kata-kata apa saja yang pernah terlontar dari bibirnya selama tiga hari setelah Jihye selesai dioperasi karena gagar otak yang dialaminya dan berhasil selamat dari maut.

“Aku.. aku..” katanya tergagap, Jihye menaruh tangannya diatas tangan Seungri.

“Sanghye bilang aku harus menjagamu, dan sepertinya kau harus memenuhi permintaannya, terpaksa..” katanya setengah bercanda.

Seungri tersenyum lega, tak perlu banyak kata untuk saling mengerti, “Thanks Ji..” Lalu ia beranjak dari duduknya dan mengecup dahi Jihye yang dibalut perban dengan perlahan, Seungri tahu ia harus segera move on dengan hidupnya, meskipun belum sepenuhnya melupakan Sanghye, dan ia tahu bahwa Jihye adalah orang yang paling sempurna, sementar Jihye tak bisa lebih bahagia lagi, entah sejak kapan ia mulai menaruh perasaan pada Seungri, mungkin sejak ia merasa amat kehilangan atas kepergian Sanghye, Jihye dan Seungri berbagi perasaan yang sama, kehilangan. Entah karena hari-hari Jihye yang ia habiskan untuk menghibur dan membuat Seungri melanjutkan hidupnya tanpa Sanghye, atau penolakan-penolakan Seungri terhadap usahanya yang membuat Jihye mempunyai perasaan itu.

Di ujung ruangan, di samping pintu, Jihye dapat melihat Sanghye tersenyum puas, mengacungkan kedua jempol kearahnya, Jihye hanya tersenyum, lalu Sanghye menirukan kedua orang yang sedang berciuman dengan tangannya yang ia kerucutkan dan tertawa-tawa geli, pipi Jihye memerah, Seungri heran dibuatnya, lalu mengikuti arah pandang Jihye dan hanya melihat pintu.

Sanghye melambaikan tangannya dengan ceria, lalu menghilang menembus pintu sambil mengucapkan “Thank you” yang hanya dibalas Jihye dengan anggukan.

++++

tuh kan menyemenye, LOL. Anyway, just like before, comments are <3

Chuuuuu~~

Your curly writer

Amel

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

2 Response to "The Sight ft Jiyongiehye"

  1. ezy Says:
    December 6, 2009 at 11:05 AM

    menyemenye?
    sedikit
    hohoho

    ceritanya bagus
    tapi tapi, banyak kesalahan penulisan tuh...mbok ya diperhatikan mel,
    kan yang baca jadi kurang nyaman
    hoho

    lanjjjuuutttt!!!
    tugas2 mah ntar ja, klo dah mepet
    hehe

  2. curlylooks Says:
    December 6, 2009 at 12:18 PM

    namanya juga nulis tengah malem, meskipun baru dipos pagi, tapi itu ngetiknya ampe jam 12an.. jadi maklum kalo banyak salah, males nge-beta soalnya, hehehehe..

    thx onn.. ^^

Post a Comment

abis baca kudu komen! kkkk ^^.
paling ga bilang "baca" biar Amel tau kalo tulisannya ada yg baca, thx <3